Selasa, 10 November 2015

Sweet Memories (13)



         Beberapa hari ini mereka bahkan tidak bisa dikatakan sebagai teman, karena mereka bahkan tak mengucapkan sepatah katapun. Orang-orang dikelas heran dengan keadaan mereka, tidak jarang yang menanyakan kepada salah satu dari mereka, namun tentu saja keduanya tidak menjawab.
         Awalnya hari-harinya terasa sepi, tanpa Rava yang selalu membawa keceriaan baginya. Namun seiring berjalannya waktu ia mulai dapat melupakannya orang yang pernah singgah di hatinya. Tanpa Rava hidupnya bahkan jauh lebih baik Ia selalu memulai harinya dengan senyuman, keceriaan sehingga tak ada seorangpun yang mengetahui bahwa dirinya merindukan sosok itu. Nina selalu berakting dengan sempurna, ia mampu meyakinkan orang-orang di sekitarnya bahwa ia telah melupakan orang itu, namun tetap saja ia tidak dapat membohongi perasaannya sendiri.
       Bahkan semua sahabat Nina percaya bahwa ia telah sepenuhnya melupakan Rava, karena selama ini Nina juga hanya menyukainya secara sepihak, walaupun Rava sangat baik terhadapnya namun tetap saja hanya Ia  yang menginginkan tetap bersamanya, hanya ia yang menyukainya , hanya ia yang selalu mengejarnya selama ini. Dan tentu saja Nina berjanji bahwa ia akan membuatnya berbalik, entah kapan saat itu datang Nina tetap akan menunggunya meski itu berarti ia harus menjauh untuk beberapa waktu lamanya.
Seperti biasanya ketika ia sedang sedih hanya diary coklatnya yang selalu setia menemaninya, lagi-lagi ia membuka buku itu dan mulai menuliskan beberapa kata:
         Why are you so sad?
         Because i can't understand our relationship
         Sometimes i feel like we're friends
         Sometimes i feel like we're more than friends.
         But, sometimes i feel like i'm just stranger to you..
 I'm sorry 
sometimes i get jealous thinking that someone else could
make you happier than i could
I guess it's my insecurities acting up
because i know i'm not the prettiest, smartest,
or most fun and exciting.
**************************END**********************************
     

Sweet Memories (12)

  
        Hari ini merupakan hari konser piano perdana Rava dan tentu saja Nina tidak dapat menonton acara tersebut, karena orang tuanya pasti tidak akan mengijinkannya keluar rumah untuk beberapa hari ini terlebih lagi dengan Rava. Kalau difikir-fikir telah 2 kali ini Nina melewatkan kesempatan untuk melihat Rava tampil di panggung, yang pertama Nina merasa sangat sedih karena walaupun jarak mereka sangat dekat tetap saja Nina tidak dapat melihatnya dan sekarang ada lagi hal yang menghalanginya. Entah bagaimana perasaannya pagi itu, sangat kacau dan sukar terlukiskan.
"Pagi Nin.."
"Iya pagi Ryan.."
"Pagi-pagi gini masa dah lemes gitu sih"
"Iya lagi ga mood"
"Oh oke gw pergi, gw gamau ganggu lu kalo lagi ga mood"
        Setelah Ryan meninggalkannya di kelas itu, ia duduk termenung sendiri dalam kesunyian. Ryan memang merupakan salah satu orang yang mengerti dirinya, saat ia sedang tidak mood ia sama skali tidak mengharapkan seseorang menghampirinya kecuali jika ia sendiri yang memintanya.
"Nin.. nanti sore dateng kan?"
"Iya jam 3 kan?"
"iya Nin.. aku tunggu ya.."
      Perasaannya sungguh kacau, ia tidak ingin membuat Rava kecewa, namun di sisi lain ia juga tidak dapat menentang orang tuanya. Setelah istirahat Nina pun melihat Rava yang meminta ijin untuk menyiapkan konsernya, tentu saja para guru bangga dan ikut mendukungnya. Ia hanya menatap kepergiannya dengan tatapan bingung.
      Sepulang sekolah Nina dan beberapa temannya pergi ke tempat Rava, ia beruntung saat ia tiba di rumah orang tuanya sedang pergi dan ia berharap mereka masih pergi saat ia kembali nanti.
"Wow.. keren banget permainan pianonya, semua alunan musik yang dibuatnya sungguh indah" sahut beberapa orang di sekitar Nina.
Entah mengapa ia merasa bangga, padahal sudah jelas bahwa semua pujian itu bukan ditujukan padanya melainkan untuk Rava.Sesaat matanya memandang ke seluruh ruangan sampai ia terkejut melihat sosok yang walaupun masih berada di kejauhan namun ia sangat mengenalinya, itu adalah mamahnya. Dari mana ia mengetahui tempat ini, tamatlah riwayatnya pikirnya saat itu.
      Dan benar saja mamanya segera menemukannya dan menyuruhnya pulang. Ia terlihat sangat kecewa karena Nina membohongi dirinya, dan entah sejak kapan penyesalan itu muncul dalam hati Nina ia baru saja membuat mamanya terluka. Sesampainya di rumah Nina dikunci di dalam kamarnya sendiri, baru kali ini ia diperlakukan seperti anak kecil di kunci di dalam kamarnya sendiri. Namun tentu saja ia tidak mengetahui bahwa mamahnya sengaja menguncinya karena ia kembali menemui Rava. Entah apa yang dibicarakan oleh mereka namun sejak hari itu Rava tidak lagi mengajaknya bicara, tidak lagi menatapnya atau menyapanya.
     Apa Rava masih kecewa sejak kejadian saat itu? karena ia tidak mengikuti acaranya sampai akhir? tapi tidak biasanya ia marah sampai seperti ini.Setiap kali mereka bertengkar hanya dalam waktu menit ataupun jam, namun sekarang Rava bahkan tak mau berbicara kepadanya. Walaupun berada di kelas yang sama, mereka bagaikan orang yang tak saling mengenal, dan tentu saja walau Nina ingin ia tidak berani mendekati Rava walau untuk sekedar bertanya.


Senin, 09 November 2015

Sweet Memories (11)

             "Haloo.. Ninaa, aku ada kabar baik nih" kata Randy
"Kabar baik apaan, uda malem nih buruan ngomong"Kata Nina sambil melihat jam dinding yang telah menunjukan pukul sebelas malam.
"Lusa aku di undang buat main piano di sebuah acara musik terkenal"Kata Randy kegirangan
"Hah? serius.. aku ikut seneng deh, emang itu kan impian kamu dari dulu"
"iya makasih ya Nin.. yauda kamu bobo sana Nitee"
           Setelah itu Nina pun menutup teleponnya, badannya terlalu lelah dan membuatnya ingin segera beristirahat, namun fikirannya masih memikirkan orang yang baru saja meneleponnya. apakah ia orang pertama yang diberi tahu? mengapa juga tidak memberitahunya besok pagi saat bertemu di sekolah. pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di fikirannya sampai ia terlelap.
           Entah mengapa pagi yang indah untuk Randy itu menjadi hari yang sangat buruk untuk Nina. memang belum ada hal buruk yang terjadi hanya saja perasaannya sangat kacau pada hari ini dan biasanya perasaan tidak enaknya bukanlah tidak beralasan.
"Pagi ma.. Nina berangkat dulu ya"
"Kamu kenapa ga sarapan dulu?"
"Udah telat ma..."
"Telat apanya ini baru jam 6.05, makanya yang dipikirin jangan pacaran terus"
Nina yang sedang minum tiba-tiba saja tersedak mendengar ucapan mamanya itu
"Kok mamah tiba-tiba ngomong gitu?"
"Kamu liat kan nilai kemarin, jelek semua karna apa coba? karna yang kamu pikirin pacaran bukan sekolah"
"Apaan si mah Nina ga kaya gitu, lagian Nina ga pacaran"kata Nina sambil berlari keluar menuju mobilnya
       Mengapa mamanya menjadi seperti ini? padahal dulu ia sempat mendukung hubungannya dengan Rava, mengapa sekarang Nina tidak boleh mendekati Rava lagi?.
Pagi itu kelas belum menunjukan tanda-tanda bel masuk, terlebih lagi lorong di depan kelas Nina sangat sepi hanya dilewati oleh beberapa orang yang kebetulan datang pagi.
Nina pun membuka buku diarynya dan mulai menuliskan tentang perasaannya pada pagi itu.
~Mengapa dunia terkadang tak adil?, disaat impianku mulai menjadi nyata.. disaat itu juga aku tersadar, bahwa semua itu hanya mimpi~
"Hayoo lagi nulis apa"Tanya Rava begitu sampai di meja Nina
"nggak kok"jawab Nina sambil menutup buku coklat kesayangannya
"Mata kamu kenapa merah gitu, kamu abis nangis?"
"Hai Nina,Rava cie pagi-pagi udah duaan"Sapa Saron
seketika itu juga Rava menutupi muka Nina, karena ia tahu Nina tidak ingin terlihat lemah dihadapan siapapun termasuk dirinya.
"eh ngga ini aku lagi ngajarin Nina. oh iya ada pr lho Sar"
"oh iya gw kerjain dulu ah, lupa"
"Thx ya Rav, lu emang yang paling ngertiin gw.."
     Perasaan aneh itu kembali menghantuinya, membuatnya takut untuk melepaskan Rava. Nina tidak pernah berfikir akan seperti apa hari-harinya jika tanpa Rava di sisinya. Ia juga tidak ingin melepasnya, namun ia tak memiliki pilihan selain melepaskannya.


new story what's eternal life? cek wattpad @ruthanii life is eternal, love is immortal and death is only a horizon. life is eterna...